Belum lagi, dalam penyajian data sering kali tidak sama atau bahkan bertentangan antara satu kementerian dengan lainnya. Data sangat mendasar, salah data bisa dipastikan tidak tepat dalam pengambilan kebijakan.
David Halpin (2013) dalam Practice and Prospects in Education Policy Research menggambarkan betapa masyarakat selalu dirugikan karena antara kebijakan dan keputusan berjalan tidak seiring.
Dalam konteks pendidikan di Indonesia, pembuat kebijakan sering kali mengaku ketika mendesain sebuah keputusan, basisnya adalah riset. Namun, jarang terlihat apakah ketika melakukan riset, para pelaku atau user di lapangan disertakan.
Indonesia memerlukan kebijakan yang baik, dan saat ini adalah momen yang genting untuk itu.
Pada 2030, Indonesia akan memiliki lebih banyak orang yang berusia produktif daripada anak-anak dan orang tua. Namun tanpa kebijakan yang baik, negeri ini akan kehilangan peluang emas tersebut. Indonesia bisa saja menua sebelum makmur.
Dalam ekosistem riset yang dukungan dari pemerintahnya rendah, hubungan antara riset dan pembuatan kebijakan patut dipertanyakan. Pemerintah Indonesia terlihat belum memberi dukungan yang memadai untuk riset dasar. Hasilnya, universitas sering menerima riset pesanan untuk menambah pemasukan.
Saat ini belanja pemerintah untuk riset sekitar 0,2% dari PDB. Angka ini sepuluh kali lebih rendah daripada negara lain di kawasan Asia Tenggara. Meski meningkat dari 0,09% pada 2013 menjadi 0,25% dari PDB pada 2016, angka ini masih jauh di bawah Singapura (2,2%), Malaysia (1,3%), Thailand (0,6%) dan bahkan Vietnam (0,4%)
Majunya suatu negara tidak terlepas dari kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Penelitian yang berkualitas sebaiknya tidak hanya dijadikan dan dimuat sebagai jurnal, tetapi bisa dijadikan rujukan dalam pengambilan kebijakan oleh pemerintah.
Kebijakan pembangunan berbasis riset akan menjamin lebih tepat sasaran dan sesuai dengan kondisi riil yang ada di lapangan. Program pembangunan yang dicanangkan pemerintah akan benar-benar dirasakan masyarakat sesuai kebutuhan yang ada.
Prijanto Rabbani
Director Centre for Strategic and Policy Studies
Founder Prijanto Rabbani Institute
Tidak ada komentar:
Posting Komentar