Penduduk Miskin Menurun?


Judul diatas adalah sebuah ekspresi keterkejutan tatkala mendengar angka kemiskinan di Indonesia menurun sebagaimana dilansir oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Dalam laporan survei terakhirnya, BPS menyatakan, penduduk miskin dalam setahun turun hingga 2,13 juta, dari 39,30 juta pada tahun lalu sekarang menjadi 37,17 juta. Sebuah capaian prestasi yang sangat luar biasa, sebab dalam satu tahun angka kemiskinan dapat diturunkan sedemikian besar. Namun penurunan angka ini menarik dikomentari tatkala dalam realitanya pemerintah dalam setahun terakhir tidak memperlihatkan kinerja yang cukup signifikan. Maka amatlah wajar kalau banyak kalangan mensangsikan “prestasi”pemerintah ini, termasuk diantaranya Tim Indonesia Bangkit.

Perlu diketahui, penduduk yang terkategori miskin adalah mereka yang konsumsi per bulannya kurang dari Rp 166.697. Dalam realitas mereka yang masuk kategori inilah yang paling awal menderita tatkala harga minyak goreng, beras, cabe, dan kebutuhan pokok lainnya melambung beberapa waktu lalu. Mereka bukan hanya digempur oleh kenaikan harga, di sisi lain mereka juga sedang terlanda pertumbuhan penghasilan yang negatif. Jika angka itu diambil dari 44 kota di Indonesia, berarti tidak bisa mewakili realitas. Kenapa? Karena sebagian besar penduduk miskin itu berada di pedesaan. Dengan realitas seperti itu, kenapa BPS dengan tega hati mengeluarkan angka kemiskinan yang menurun.

Angka kemiskinan memang bisa diturunkan. Bahkan sangat mudah menurunkan angka tersebut, karena semua hanyalah permainan angka-angka. Tetapi, dalam realitas jumlah orang miskin tetap tidak bisa diturunkan bahkan cenderung bertambah dan meluas. Memang seperti diketahui, persoalan kemiskinan bukan semata-mata masuk dalam rumpun masalah ekonomi dan sosial semata, tetapi sebenarnya derajat politisnya jauh lebih besar. Maka, jika sebuah rezim tidak bisa menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya, maka dengan mudah “stempel” kegagalan akan melekat kepadanya. Tentu semua orang, terlebih orang politik tidak mau dengan mudah untuk dikatakan pemerintahnya gagal dalam memperbaiki taraf hidup rakyatya.

Untuk itu, tidaklah mengherankan manakala pemerintah sebuah rezim akan melakukan segala upaya, misalnya dalam bentuk intervensi untuk membuat angka kemiskinan menjadi ''lebih menarik''. Di samping untuk menjaga image, angka kemiskinan yang ''diturunkan'' dinilai perlu untuk membangkitkan optimisme. Tetapi, ketika angka yang ''dipermak'' itu tidak sesuai realitas, maka akan menimbulkan tanda tanya besar sekaligus membenarkan dugaan bahwa angka itu benar-benar bermuatan politis. Akibatnya, bukan optimisme yang didapat pemerintah, justru meningkatnya derajat ketidakpercayaan publik. Di samping semakin terbaca bahwa pemerintah cenderung untuk tidak jujur.

Jika hasil survei BPS diragukan banyak pihak, tentu saja nilai survei tersebut menjadi rendah, sebab memunculkan banyak pertanyaan. Data dan informasi yang memiliki derajat kepercayaan rendah tentu bisa menimbulkan syakwasangka yang kontra produktif. Padahal, survei BPS itu sebenarnya dirancang untuk memotret realitas yang kemudian dijadikan bahan penting bagi pengambilan keputusan strategis untuk mensejahterakan rakyat. Jika potret ternyata dipolitisasi hanya untuk menjaga atau menumbuhkan citra semata, maka yang terjadi sekadar seolah-olah saja. Yakni, seolah-olah angka kemiskinan turun, dan itu berarti seolah-olah merupakan keberhasilan pemerintah.

Catatan Akhir

Betapa bahayanya jika pemerintah terperangkap pada data dan informasi yang seolah-olah itu. Karena yang seolah-olah berarti bukan yang sesungguhnya. Manakala yang yang bukan sesungguhnya itu kemudian dijadikan sebagai bahan pengambilan keputusan, pastilah keputusan itu juga tidak atas dasar realitas. Alangkah lebih baiknya jika survei itu benar-benar mewakili realitas sebagian besar keadaan rakyat saat ini, entah itu baik atau buruk. Jika memang penduduk miskin masih banyak, tidaklah perlu dipoles bahwa mereka seolah-olah telah menjadi lebih kaya. Betapa sedihnya rakyat negeri ini, miskin kok dibilang kaya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar