Mengurai Rahasia Kemenangan Hade


Bila tidak ada kejadian istimewa, kemungkinan besar pasangan Ahmad Heryawan dan Dede Yusuf (Hade) akan memimpin Jawa Barat lima tahun kedepan. Namun kepastian hal tersebut masih perlu ditunggu hingga 23 April mendatang, saat KPU Jabar menyampaikan secara resmi hasil pilkada di provinsi terpadat di Indonesia tersebut.

Pasangan Kuda Hitam

Sebagai pasangan cagub-cawagub, Hade sebenarnya sempat melalui jalan berliku sebelum akhirnya resmi dipasangkan. Ahmad Heryawan calon yang diusung Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sempat diskenariokan dipasangkan dengan Agum Gumelar jagoan PDIP maupun dengan Danny Setiawan usungan Partai Golkar, namun gagal sebab tidak direstui oleh petinggi masing-masing partai tersebut. Dan akhirnya jatuhlah pilihan ke Dede Yusuf yang berasal dari Partai Amanat Nasional (PAN).

Namun ternyata dengan Dede Yusuf pun bukannya mulus tanpa halangan, sebab ternyata diinternal partai berlambang matahari terbit inipun terjadi perdebatan dan tarik ulur yang cukup kuat. Bahkan Amien Rais sebagai tokoh penting dalam partai inipun tidak setuju kalau PAN mengusung artis yang terkenal jago beladiri ini, termasuk beberapa tokoh teras lainnya. Kondisi ini diakui oleh Sutrisno Bachir hingga terjadi “pembelotan” sikap dukungan. Puncaknya terlihat saat kampanye putaran terakhir pasangan ini tidak dihadiri oleh Amien Rais dan juga Sutrisno Bachir. Praktis pasangan ini dari sejak awal telah melalui ujian yang cukup berliku bahkan cenderung dramatis.  

Maka wajar kalau pasangan ini dalam pilkada Jabar olah banyak kalangan disebut sebagai pasangan kuda hitam atau lebih tepatnya tidak diunggulkan. Hal ini terbukti pada survey yang dilakukan berbagai lembaga seperti Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis) beberapa hari menjelang pencoblosan, selalu menempatkan pasangan Hade (Ahmad Heryawan-Dede Yusuf) pada urutan buncit. Survei LSI menunjukkan pasangan Aman (Agum Gumelar-Nu`man Abdul Hakim) memperoleh 48,5%, pasangan Da’i (Danny Setiawan-Iwan Sulandjana) 25,5%, dan pasangan Hade 16,5%. Sementara Puskaptis pada survei terakhirnya (28 Maret-6 April 2008) memberi angka 42,89% (Da’i), 34,65% (Aman), dan 22,45% (Hade).
Rahasia Kemenangan

Prediksi diatas berjungkir balik dengan realita. Dalam quick count beberapa lembaga survei menempatkan Hade sebagai pasangan yang memperoleh suara terbesar. Kenyataan ini menarik perhatian berbagai pengamat dan praktisi survey, faktor apa gerangan yang menyebabkan kemenangan tersebut dan Muhammad Shohibul Iman salah satunya. Paling tidak ada tiga faktor menurutnya yang menyebabkan masyarakat Jabar menjatuhkan pilihannya pada pasangan Hade ini, yaitu :

Pertama, pasangan Hade mencerminkan semangat muda, di mana usia pasangan ini kisaran 40 tahunan terpaut sangat jauh dengan dua pasangan lainnya (sekitar 60 tahunan). Dan ini menjadi daya tarik tersendiri bagi generasi muda, terutama pemilih pemula. 

Kedua, Hade adalah pendatang baru, sementara dua pasangan lainnya adalah incumbent. Calon gubernur pasangan Da’i adalah Gubernur Jawa Barat saat ini, sementara calon wakil gubernur pasangan Aman adalah Wakil Gubernur Jawa Barat saat ini. Bahkan, Agum dan Iwan sendiri sebagai mantan petinggi TNI, bukan muka baru dalam blantika sosial-politik Jawa Barat dan nasional. Kenyataan ini, dapat memberi spirit bagi pihak-pihak yang sudah bosan dengan status quo, untuk memberi dukungan kepada pendatang baru dalam hal ini pasangan Hade. 

Dan yang ketiga, faktor Dede Yusuf sebagai selebriti yang dikenal luas ternyata menjadi magnet tersendiri bagi pasangan Hade ini.

Tentu saja, ketiga faktor di atas sudah diketahui publik jauh-jauh hari, terutama ketika ketiga pasangan itu mendeklarasikan diri sebagai calon. Yang jadi pertanyaan, mengapa ketiga faktor diatas tidak berhasil mendongkrak perolehan suara pasangan Hade dalam berbagai survei? Lantas, faktor apa yang menyebabkan pasangan ini justru mendapat perolehan suara yang luar biasa pada saat pencoblosan. Padahal, bila ditinjau dari aspek visi-misi dan juga isu-isu kampanye, pasangan Hade tidak memiliki keunggulan mencolok dibanding dua pasangan lain. Terlebih kalau dilihat kemampuan dana kampanyenya, pasangan Hade jelas paling buncit.

Menurut hemat penulis, paling tidak terdapat dua faktor penting lainnya - kalau bukan dikatakan faktor kunci - yang mampu mendongkrak perolehan suara pasangan Hade ini. Pertama, efektifnya kerja mesin politik partai pengusung Hade, terutama Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sebab selama ini partai yang didominasi kaum muda ini dikenal sebagai partai yang sangat solid dan militan, terlebih yang diusung adalah kader partai sendiri. Realita ini dibenarkan Effendi Ghazali, pengamat politik UI saat diwawancarai salah satu televisi swasta terkait kemenangan pasangan Hade. Tentunya tanpa mengesampingkan dukungan mesin politik dari Partai Amanat Nasional. Dukungan legal-formal dari struktur kedua partai dan dukungan riil dalam kampanye-kampanye, baik dari kader maupun para petinggi partai dengan militansi tinggi telah memberi demonstration effect (efek tontonan) yang memengaruhi psikologi pemilih.

Kedua, pasangan Hade diuntungkan (blessing in disguisse) oleh kasus penangkapan seorang anggota Komisi IV DPR RI, yang kebetulan merupakan politisi partai pendukung Aman, oleh KPK beberapa hari menjelang pencoblosan. Karena politisi tersebut beristrikan seorang pedangdut tersohor maka liputan kasus ini pun sangat luas, terutama melalui infotainment. Secara psikologis ini tidak menguntungkan pasangan Aman, yang sebelumnya diunggulkan di urutan pertama.

Bersempena dengan itu pula diberitakan para anggota legislatif PKS di Komisi IV DPR RI justru secara kumulatif sejak tiga tahun terakhir (2005-2008) telah mengembalikan uang gratifikasi sekitar Rp 2 miliar ke KPK. Bagi masyarakat yang telah begitu muak dengan kasus-kasus korupsi yang tidak masuk akal, hal ini memberi magnitude kuat yang memengaruhi psikologi mereka untuk berpaling ke pasangan Hade.

Catatan Akhir

Bila benar kedua faktor di atas menjadi faktor pendongkrak perolehan suara pasangan Hade yang spektakuler, maka ada beberapa pelajaran yang dapat diambil untuk perpolitikan kita ke depan terutama menjelang dan tatkala Pemilu 2009.

Pertama, masyarakat telah menunjukkan kerinduannya akan pemimpin baru yang selain muda, juga yang terpenting bersih dari KKN. 

Kedua, efektivitas mesin politik partai dan citra bersih partai, menjadi faktor dominan penarik dukungan pemilih. Boleh jadi, di detik-detik terakhir menjelang pencoblosan terjadi "serangan fajar" yang dilakukan pihak-pihak tertentu, tetapi semua itu pupus oleh militansi kerja kader dan kekuatan citra bersih partai pengusung pasangan Hade. Bagi PKS sendiri ini merupakan pengulangan sejarah, dimana masifnya kisah-kisah heroik penyelamatan uang negara oleh para anggota legislatifnya baik di pusat dan daerah (sebagian terdokumenkan dalam buku Bukan Di Negeri Dongeng), telah mampu mengantarkan partai ini pada perolehan suara yang spektakuler pada Pemilu 2004.

Apakah kemenangan Hade ini menjadi pertanda bahwa peta politik di Pulau Jawa bahkan Indonesia akan berubah di Pemilu 2009? Kita tunggu saja jawabannya pada 5 April 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar