Tanggal 26 November 2005, menjadi hari bersejarah bagi pemuda di Provinsi
Kepulauan Riau. Saat itu telah dilantik pengurus Komite Nasional Pemuda
Indonesia (KNPI) Provinsi Kepulauan Riau. Pemuda di provinsi termuda ini telah
memiliki wadah untuk bernaung dan berkarya bagi masyarakat. Oleh karenanya,
tulisan ini penulis apresiasikan untuk segenap pemuda di provinsi Segantang
Lada ini khususnya buat pengurus KNPI yang baru saja dilantik. Bahwa masyarakat
menunggu kiprah dan karya nyata pemuda dalam memajukan dan mensejahterakan
masyarakat Provinsi Kepulauan Riau.
Pemuda di lintasan sejarah
Ketika disebut kata pemuda. Seketika yang ada dalam benak kita adalah idealisme, cerdas, kreatif, dan
potensi positif lainnya. Pemuda dan episode kehidupannya penuh dengan warna dan
dinamika. Tatkala penindasan terjadi dalam suatu masyarakat dan bangsa, para
pemuda tampil melakukan perlawanan. Ketika kebekuan melanda kehidupan, para
pemuda muncul melakukan pendobrakan. Itulah sekelumit gambaran sosok pemuda.
Sejarah pergolakan dan perubahan sosial di banyak negara, mencatat peranan
dari para pemuda. Mereka tampil sebagai inspirator melalui gagasan dan
tuntutannya. Tampil sebagai garda depan dengan keberaniannya dan senantiasa
dikenang sebagai pahlawan melalui pengorbanannya. Tak dapat di sangkal,
terjadinya gerakan pembaharuan (reformasi) di hampir seluruh negeri di dunia
ini juga banyak dipelopori dan digerakkan oleh pemuda. Di Hungaria misalnya,
revolusi menuntut kemerdekaan, kebebasan, dan pengusiran Uni Soviet di motori
oleh Dewan Mahasiswa Revolusioner. Yang puncaknya berhasil menghimpun 100 ribu
massa di lapangan Petofi, pada 23 Oktober 1956. Demikian juga di Yunani. Di
negeri tua ini, para pemuda yang terhimpun dalam National Union of Greek
Students melakukan gelombang demonstrasi untuk menuntut kebebasan,
demokrasi, keadilan sosial dan HAM pada rezim Papandreou. Klimaksnya
ditandai dengan tumbangnya rezim diktator tersebut. (Mahfudz Shidiq, 2003).
Hal serupa juga terjadi di belahan dunia lainnya. Di Amerika, Afrika, juga di kawasan Asia. Terakhir
masih melekat dalam benak kita, peristiwa jatuhnya rezim otoriter Orde Baru
yang menandai bergulirnya era reformasi dan demokrastisasi di negeri ini. Juga
dimotori dan digerakkan oleh kaum muda. Tentu saja, masih banyak catatan
sejarah tentang gerakan kaum muda dan peranannya dalam proses perubahan di
sebuah negeri.
Perubahan Sosial
Dari mata rantai pergerakan dan perjuangan tersebut, dapat diketemukan
beberapa titik persamaan antara lain, pertama, bahwa gerakan tersebut muncul
dari kondisi yang dihadapi masyarakat, yang dipandang tidak sesuai dengan
cita-cita negara dan harapan dari masyarakat.
Kedua, gerakan ini lahir karena merespon berbagai kondisi dan situasi
tersebut atas dasar kesadaran moral, tanggungjawab intelektual dan pengabdian
sosial. Ketiga, gerakan kaum muda ini senantiasa muncul sebagai pelopor dari
aksi perlawanan yang memicu munculnya aksi serupa oleh kekuatan sosial-politik
lain di tengah-tengah masyarakat. Muara dari itu semua adalah perubahan sosial
(social transformation).
Perubahan sosial oleh para ilmuwan disebut dengan berbagai istilah.
M.N.Ross misalnya menyebutnya dengan social
planning (perencanaan sosial). Sedang Ira Kaufman mempopulerkan dengan change management (manajemen perubahan).
Namun ada juga yang mempergunakan istilah social
engineering (rekayasa sosial) dan ini diperkenalkan oleh Less dan Presley
(Dimitri Mahayana, 1999).
Dari ketiga istilah tersebut, yang kurang lebih memiliki makna yang sama.
Menurut Dimitri Mahayana, social
engineering (rekayasa sosial) dirasa lebih tepat dan sesuai. Sebab
dibandingkan dengan istilah perencanaan, rekayasa memiliki jangkauan makna yang
lebih luas. Suatu rekayasa pasti mengandung perencanaan, tetapi tidak seluruh
perencanaan diimplementasikan hingga teraktualisasikan di alam nyata. Dibanding
dengan istilah manajemen perubahan, istilah rekayasa sosial juga lebih memiliki
makna yang pasti. Objek dari manajemen perubahan dapat ditafsirkan sebagai
perubahan dalam arti luas, sedang objek dari rekayasa sosial sudah pasti, yaitu
perubahan sosial menuju suatu tatanan dan sistem baru sesuai dengan yang
dikehendaki sang perekayasa (sosial engineer).
Hal mendasar yang perlu diingat adalah bahwa perubahan sosial yang bergerak
melalui rekayasa sosial akan berlangsung bilamana telah terjadi perubahan cara
berfikir (mindset). Sebab mustahil akan ada sebuah perubahan ke arah yang benar
kalau kesalahan berfikir masih menjebak benak masyarakat. (Jalaluddin Rakhmat, 2000).
Dan yang termasuk dalam kategori kesalahan berfikir ini adalah oleh para
ilmuwan dikenal dengan intellectul cul-de-sac, sebuah istilah dari bahasa
Perancis untuk memaknakan kebuntuan pemikiran, dan mitos. Mitos adalah sesuatu
yang tidak benar, namun dipercayai oleh banyak orang termasuk para ilmuwan.
Secara teoritis, terdapat beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya
sebuah perubahan sosial. Pertama, masyarakat berubah karena ideas: pandangan
hidup, pandangan dunia dan nilai-nilai. Demikian pendapat Piotr Sztompka
dalam bukunya „The Sociology of Social Change“ (1993). Maknanya strategi
perubahan sosial tidak boleh mengabaikan adanya sebab musabab tersebut. Dalam
konteks ini para Nabi dapat menjadi contoh yang baik. Pertama-tama datang dan
yang dilakukan adalah merubah pandangan dunia individu dan masyarakat. Tatkala
al-qur’an datang, ia mengubah dan memperkaya makna idiom-idiom yang sebelumnya
sudah ada. Kata taqwa sebuah idiom yang sudah ada pada masyarakat Arab jaman
pra Islam. Namun sebelum Islam datang, makna taqwa tidak lebih dari takut.
Setelah Al-qur’an datang, idiom taqwa ini diberi makna yang lebih kaya. Itu artinya,
Al-qur’an melakukan perubahan sosial lewat ideas.
Kedua, yang mempengaruhi
terjadinya perubahan dalam sejarah itu sebenarnya adalah great individuals
(tokoh-tokoh besar) atau sering disebut para pahlawan (heroes). Salah satu
pengikut dari teori ini adalah Thomas Carlyle (1795 – 1881). Ia menulis buku
yang berjudul “On Heroes, Hero-Worship, and the Heroic in History” (Para
Pahlawan, Pemujaan-Pahlawan, dan Kepahlawanan dalam Sejarah), bahkan dalam buku
itu Carlyle menyatakan, “Sejarah dunia … adalah biografi orang-orang besar …”
Oleh karena itu, menurut kelompok
ini, perubahan sosial akan terjadi karena munculnya seorang tokoh atau pahlawan
yang dapat menarik simpati para pengikutnya yang setia. Yang kemudian bersama
dengan pengikutnya tersebut melakukan gerakan untuk mengubah masyarakat. Yang
oleh para ilmuwan sosiologi disebut dengan great individuals as historical
force (Allan Bullock dan Oliver Stallybras,1977).
Ketiga, perubahan sosial dapat
terjadi karena munculnya gerakan sosial (social movement). Sebuah Lembaga
Sosial Masyarakat (LSM) biarpun kecil adalah juga termasuk gerakan sosial. Dan
ini terbukti bahwa berbagai LSM didalam dan diluar negeri telah mampu melakukan
perubahan sosial ditengah masyarakat.
Civil Society
Semua warga masyarakat pada
hakekatnya mencita-citakan sebuah kehidupan kemasyarakatan yang kuat dan berada
pada posisi ideal. Kehidupan kemasyarakatan yang kuat dan ideal, secara umum
tercermin pada kesejahteraan hidup para anggotanya. Sedangkan cerminan otentik
kehidupan masyarakat yang sejahtera dalam kehidupan bermasyarakat terlihat pada
dua aspek kehidupan yang paling fundamental, yakni aspek material dan aspek
spiritual.
Indikator utama sebuah masyarakat yang sejahtera secara fisik-material
termanifestasikan
seutuhnya dalam kemakmuran yang merata. Sedangkan wujud kesejahteraan dari
sisi moral-spiritual adalah hadirnya rasa aman bagi seluruh warga dalam
masyarakat tersebut, dan puncaknya mengejawantah pada kehidupan yang adil
makmur, aman sentosa, dan seimbang. Suatu kehidupan sejahtera yang diridloi
oleh Allah, baldatun thayyibah wa rabbun ghafur. (Abdi Sumaithi, 2002).
Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, menuntut semua warga untuk mengambil
peran dalam usaha bersama membangun manusia berperadaban, masyarakat berdaya
yang tidak mudah dipatronisasi oleh kekuatan manapun, itulah civil society.
Tentang civil society ini, Syamsudin Haris (1995) dengan bahasa lain
menyebutkan bahwa konsep civil society merupakan idealisasi tentang suatu
masyarakat yang mandiri secara ekonomi, sosial dan politik, yang relatif
terbebas dari campur tangan negara. Karenanya dalam membicarakan civil society
tidak bisa dilepaskan sepenuhnya dari perdebatan mengenai demokrasi. Hanya saja
fokus teori-teori tentang demokrasi selama ini lebih pada pembentukan institusi
dan struktur politik demokratis – seperti tercermin dari konsep-konsep
institusionalisasi politik, share of power, pemerintahan perwakilan, struktur kepartaian,
parlemen dan pemilu. Sementara itu konsep civil society memfokuskan diri pada
prasyarat berkembangnya demokrasi pada tingkat masyarakat. Prasyarat itu tidak
lain adalah kemandirian masyarakat disatu pihak dan terbebasnya masyarakat dari
campur tangan negara dan pengaruh mekanisme pasar di pihak lain.
Singkatnya civil society adalah suatu lingkungan interaksi sosial yang
berada diluar pengaruh negara dan modal yang tersusun dari lingkungan kehidupan
masyarakat yang paling akrab – seperti keluarga, asosiasi sukarela, gerakan
kemasyarakatan dan berbagai bentuk komunikasi antar masyarakat. Didalam
lingkungan seperti ini masyarakat menciptakan kreatifitas, mengatur dan
memobilisasi diri mereka sendiri tanpa keterlibatan negara.
Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya “Rekayasa Sosial : Reformasi, Revolusi
atau Manusia Besar” (2000), menyebutkan tiga strategi untuk melakukan gerakan
perubahan ke arah itu.
Pertama, persuasive strategy (strategi persuasif). Didalam strategi ini
peranan media massa baik cetak maupun elektronik sangat penting. Karena pada
umumnya strategi persuasive ini dijalankan lewat pembentukan opini dan
pandangan masyarakat yang tidak lain melalui media massa. J.A.C.Brown
memasukkan propaganda dalam strategi persuasif untuk melakukan perubahan
sosial.
Kedua, normative-reeductive strategy (strategi normatif-reedukatif).
Normative adalah kata sifat dari norm (norma) yang berarti aturan yang berlaku
di masyarakat. Posisi kunci norma-norma sosial dalam kehidupan bermasyarakat
telah secara luas diakui oleh hampir semua ilmuwan sosial. Norma
termasyarakatkan melalui education (pendidikan), oleh sebab itu strategi
normatif ini biasanya digandengkan dengan upaya reeducation (pendidikan-ulang)
untuk menanamkan dan mengganti paradigma berfikir masyarakat yang lama dengan
yang baru. Jadi strategi ini juga banyak bersifat persuasif dan bertahap.
Ketiga, power strategy (strategi
mempergunakan kekuasaan). Strategi ini adalah mempergunakan kekuatan (people’s
power). Sebab people’s power atau revolusi merupakan bagian dari power
strategy. Dan revolusi merupakan puncak dari semua perubahan sosial. Karena ia
menyentuh segenap sudut dan dimensi sosial secara radikal, massal, cepat,
mencolok dan mengundang gejolak intelektual dan emosional dari siapa saja yang
terlibat di dalamnya.
Demikian strategi yang dapat dipergunakan atau direkomendasikan untuk
melakukan perubahan sosial. Namun Jalaluddin Rakhmat dengan penuh tawadhu’ juga
menyarankan untuk juga mempertimbangkan dan menganalisa dari
peristiwa-peristiwa besar yang telah terjadi dan membawa perubahan yang
mendasar pada tatanan sosial dan politik di sebuah negara, semisal revolusi
Iran dengan pemimpin besarnya Imam Khomeini.
Catatan Akhir
Dari uraian diatas menyiratkan
bahwa perubahan adalah sebuah keniscayaan. Namun perubahan akan berjalan dan
berlangsung dengan baik bila di rekayasa dengan baik dan ini membutuhkan perekayasa
sosial (social engineer) yang baik pula. Dan pemuda memiliki peluang dan
potensi yang besar untuk melakukan itu semua. Wahai para pemuda, masyarakat
Kepulauan Riau menunggu kiprah dan kerja nyata anda semua dan sekaranglah
saatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar