Definisi Bahagia


Setiap orang pasti ingin bahagia. Sebab begitulah kecenderungan tiap manusia yang merupakan kodrat Ilahi. Karenanya, bila Anda bertanya pada sembarang orang "apa yang ingin Anda dapatkan dalam hidup ini?" Kebanyakan dari orang tersebut akan menjawab "saya ingin bahagia" sebagai salah satu hal yang paling mereka inginkan. 
Namun, hampir dapat dipastikan masing-masing orang memiliki definisi berbeda tentang bahagia. 
Anda sependapat?

Apakah bahagia itu bila berlimpah materi dan harta benda, atau tingginya status sosial ?. Atau bahagia itu tentang pemenuhan kebutuhan hidup, bila tingkat pemenuhannya tinggi maka semakin bahagia.
Bukankah tak sedikit orang yang bergelimang harta benda juga jabatan yang membuatnya memiliki status sosial yang tinggi di masyarakat, merasakan hidup tak tenang dan tak bahagia. Stres bahkan kemudian mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. 
Jadi, harta benda dan jabatan yang tinggi ternyata belum juga menjadi penentu kebahagiaan seseorang. 
Menurut Aristoteles, bahagia adalah suatu kesenangan yang dicapai oleh setiap orang menurut kehendak masing-masing. Ukuran bahagia adalah diri sendiri, kata filsuf itu. Sementara menurut Hendrik Ibsen, filsuf asal Norwegia, berpendapat bahwa kita belum mencapai bahagia bila tiap-tiap jalan yang ditempuh justru menjauhkan kita darinya. 
Benarkah demikian?. Seperti apa jalan untuk menggapai bahagia?. Dari sudut pandang mana kita menilai bahagia itu?. 
***
Orang yang hidup bahagia adalah orang yang hidupnya selalu dalam hidayah dan rahmat Allah serta hidup berkecukupan. Oleh karena itu hendaknya seseorang memperbaiki hubungannya dengan Allah Sang Maha Pecipta dan Sang Maha Pemberi Kebahagiaan, melalui berbagai macam ibadah yang telah ditetapkan dalam ajaran Islam. Di samping itu tidak lupa untuk hidup rukun dan harmonis dengan sesama manusia.

Oleh karena itu seseorang yang hidupnya selalu berada dalam kejayaan dan keberuntungan, niscaya hidupnya selalu dalam petunjuk dan rahmat Allah. 

Dengan demikian, kehidupan bahagia itu mencakup unsur jasmani dan rohani. Sebab kalau hanya jasmani saja, seperti hidup mewah di mana kebutuhan hidupnya melebihi dari cukup, apa saja mampu ia miliki, rumah megah, mobil mewah, dan perhiasan yang serba lengkap, maka hidup yang seperti ini bukanlah jaminan dan tanda kebahagiaan seseorang. Secara lahiriah kita bisa mengukur bahwa orang tersebut bahagia, namun secara batin bisa saja hatinya sengsara, dan hidupnya terasa kering, karena tidak ada hidayah dan rahmat Allah dalam dirinya. Oleh karena itu, hidup mewah secara materi hanya bersifat sementara, dan tidak dapat dibawa pulang ke akhirat kelak.

Maka dalam berdoa hendaklah kita memohon dunia akhirat agar kedua-duanya tercapai. Sebab diantara manusia ada juga yang hanya berdoa supaya hidupnya bahagia di dunia saja, sebagaimana firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 200 :
“Maka di antara manusia ada orang yang berdoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia”, dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat”.
 Anjuran Allah SWT untuk memohon kebahagiaan dunia akhirat disebutkan pada ayat berikutnya, yaitu:
  “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka” (Qs. Al Baqarah : 201)

Firman Allah diatas, dengan gamblang menjelaskan bahwa kebahagiaan sebenarnya terbagi dua dan pada dua tempat, yaitu: kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat.

Kebahagiaan dunia mencakup segala yang berkaitan dengan keduniaan materi, seperti: kesehatan, rumah yang luas dan indah, isteri atau suami yang baik dan sholeh/sholehah, ilmu yang bermanfaat, dan lain-lain. Sedangkan kebahagiaan di akhirat tentunya masuk surga yang didalamnya terdapat berbagai macam kenikmatan, hidup yang aman, tenteram dan damai.

Perlu diperhatikan bahwa kebahagiaan itu sendiri dapat dicapai dengan dua hal penting, yaitu dengan ilmu pengetahuan dan akal :

Pertama: Ilmu pengetahuan. Seseorang yang ingin mendapatkan kesuksesan dan kejayaan hidup dalam menghadapi kehidupan dunia dan sekaligus akhirat, hendaklah menuntut ilmu penghetahuan.

Dan hal ini telah digariskan oleh Imam Syafi`i, dengan untaian katanya:
“Barang siapa menghendaki kehidupan dunia, hendaklah menyertainya dengan ilmu pengetahuan, dan barang siapa menghendaki kehidupan akhirat hendaklah menyertainya dengan ilmu pengetahuan, dan barang siapa menghendaki kedua-duanya hendaklah menyertainya dengan ilmu pengetahuan”.

Kedua: Akal. Allah menciptakan akal sebagai dasar pokok bagi tegaknya agama dan tiang bagi tegaknya dunia. Oleh karena itu akal adalah teman dan sahabat bagi setiap manusia, dan kebodohan adalah lawan bagi manusia.

“Sahabat setia bagi setiap manusia adalah akalnya, dan musuhnya adalah kebodohannya”.
“Sebaik-baiknya pemberian Allah adalah akal, sedangkan sejelek-jeleknya musibah adalah kebodohan seseorang”. 
Hal ini sejalan dengan hadist Rasulullah : 
”Kesempurnaan kebahagiaan bermuara pada kesempurnaan akal. Bertambah sempurna dan murni akal itu, bertambah tinggilah derajat bahagia yang kita capai.”  
***

Jadi, sebenarnya konsep bahagia dalam Islam itu jelas dan tegas.
Setelah ini, apakah Anda masih mendefinisikan bahagia menurut definisi Anda masing-masing?

Semoga manfaat!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar