Kepemimpinan Sebagai Amanah

Diskusi tentang kepemimpinan Indonesia memang takkan pernah ada habisnya. Selain karena cara pandang yang bersifat multidimensional, kearifan lokal mengajarkan bahwa kepemimpinan merupakan buah dari dua unsur utama: nilai-nilai luhur dan wawasan manajerial.
Dari sekian banyak kajian, satu simpulan yang dirasa ideal dalam kondisi Indonesia saat ini adalah memandang kepemimpinan sebagai sebuah amanah. Meski cara pandang tersebut muncul dari nilai-nilai lokal, bukan berarti bahwa tidak bersifat ilmiah.
Satu penjelasan ilmiah yang dapat diajukan bagi premis tersebut adalah bahwa pada kondisi ideal, seorang pemimpin hendaknya juga menjalankan fungsi manajerial (baca: menjabat atau memegang posisi di sebuah organisasi maupun lembaga kenegaraan).
Opini ini muncul karena dalam praktiknya tak semua pengelola (baca: manajer atau pejabat) adalah pemimpin. Bisa jadi mereka hanya sekadar menjalankan tugas, namun pijar-pijar kepemimpinannya tidak bisa dirasakan oleh kaum yang dipimpinnya.
Memandang kepemimpinan dalam dimensi amanah sebenarnya berasal dari kristalisasi nilai-nilai luhur Pancasila sila pertama: Ketuhanan yang Maha Esa. Pada sila tersebut, Pancasila memberikan arahan kepada setiap bangsa Indonesia tidak hanya untuk meyakini sebuah kepercayaan, namun juga menerapkan setiap nilai-nilainya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Salah satu nilai universal dari keyakinan-keyakinan yang ada adalah menjadi manusia yang bertakwa dengan menjalankan perintah-Nya sekaligus menjauhi larangan-Nya. Artinya bila jiwa kepemimpinan dipandang sebagai talenta kodrati (baca: anugerah Ilahi), maka manusia berkewajiban untuk mengembangkan serta menggunakannya untuk kebaikan bersama. Di titik inilah konsekuensi dunia-akhirat itu mulai timbul.
Sejarah Bangsa Indonesia menunjukkan betapa banyaknya tokoh-tokoh nasional yang secara tidak langsung dapat dijadikan role model pemahaman kepemimpinan Nusantara. Satu di antaranya adalah Ki Hajar Dewantara.
Anda pasti familiar dengan semboyan ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani, yang artinya bahwa di depan, seorang pemimpin harus memberikan teladan, di tengah-tengah pemimpin turut bekerja bersama-sama kaum yang dipimpinnya, di belakang, pemimpin memberikan dorongan.
Meski terkesan sederhana, namun pemahaman yang mampu direfleksikan ternyata sangat kompleks. Posisi di depan, di tengah dan di belakang pada dasarnya merupakan pengejawantahan dimensi amanah dari seorang pemimpin. Memimpin dipahami sebagai proses yang harus dilakukan dari awal hingga akhir.
Karya kepemimpinan tidak hanya selesai dengan memberikan arahan, namun diperlukan teladan, keterlibatan dalam menjalankan arahan hingga memberi semangat kepada kaum yang dipimpinnya demi tercapainya tujuan bersama.
Dalam dimensi kekinian, model kepemimpinan seperti ini ditunjukkan dengan pemahaman pemimpin yang mau menyingsingkan lengan baju dan turut bekerja bersama-sama dengan segenap elemen.
Kepemimpinan kini dikaitkan dengan prinsip tanpa pamrih, sesuatu yang menurut sebagian kalangan cukup sulit diterjemahkan saat ini. Pada studi keperilakuan, memimpin dengan prinsip tanpa pamrih sering mampu menciptakan semangat untuk berkinerja secara utuh (baca: all out).
Tak jarang bahkan seorang pemimpin mampu mematikan dimensi aku untuk bergeser pada upaya menghidupkan dimensi kita. Sehingga dalam kondisi tersebut prinsip mengutamakan kepentingan bersama di atas epentingan pribadi dan golongan dapat terlihat jelas dalam setiap buah pikir, tutur kata maupun tindak tanduk sang pemimpin. Hanya dengan cara inilah seorang pemimpin dapat menunjukkan suri teladan yang mampu menginspirasi mereka yang dipimpinnya.
Menjadi role model kepemimpinan pada masa kini harus diakui bukanlah hal yang sederhana, terlebih dalam koridor amanah. Namun setidaknya segenap tokoh-tokoh nasional kita dahulu telah berhasil membuktikan bahwa dalam hakikat manusia yang lemah (dan tak sempurna), mereka mampu mengemban amanah untuk memimpin bangsa Indonesia mencapai gerbang kemerdekaan nasional. Kini tugas kita sekalian sebagai pemimpin bangsa masa depan untuk segera mewujudkan cita-cita nasional.
Selamat berefleksi, sukses menyertai Anda!
Aries Heru Prasetyo - Ketua Program Sarjana PPM School of Management

Tidak ada komentar:

Posting Komentar