Falsafah Puasa




#Percik - Puasa, kalaulah merupakan adat-istiadat yang kita warisi dari pendahulu kita, maka etikanya masyarakat mesti menghormati ummat Islam dan adat-istiadat yang sedang mereka lakukan.

Bagaimana tidak, puasa bagi ummat Islam adalah sarana pembinaan spiritual (tarbiyah ruhiyah). Dengannya, mereka berusaha menaklukkan syahwat, berjalan diatas jalan kebenaran, dan membebaskan diri dari dunia materialistis, agar spiritual dapat memainkan peranannya dalam mensejahterakan masyarakat.

***

Puasa juga sarana penumbuhan dan peningkatan iradat (will) bagi umat Islam. Orang tidak sanggup berpuasa kecuali ia telah terbiasa menahan diri dari makanan dan minuman mubah kemudian mampu menahan diri dari yang haram dengan taat, sukarela dan sabar terhadap lapar dan haus.

Disamping itu, puasa merupakan kewajiban aplikatif terhadap sosialisme Islam yang agung. Di dalamnya, semua manusia merasakan lapar dan haus pada saat yang sama, kemudian kenyang secara bersama-sama. Antara perut yang satu dengan yang lainnya dan mulut yang satu dengan lainnya tidak ada perbedaan, semua sama. Dengan begitu, akan merasa lapar bagi orang yang tidak pernah berpuasa sebelum Ramadhan dan akan merasa berat dan sengsara orang yang selalu bergelimang dengan kemewahan sebelum bulan Ramadhan.

Apakah ada di dunia ini sosialisme nyata, dimana pada saat yang sama semua manusia menahan lapar dan merasakan kenyang disaat yang sama pula, seperti sosialisme dalam bulan Ramadhan?

***

Sesungguhnya Ramadhan adalah bulan meninggalkan syahwat, dan kesenangan, meningkatkan jiwa dan spiritual. Dan alangkah indahnya seandainya hidup dalam setahun penuh, jika mampu memaknai puasa seperti itu.

Ramadhan adalah bulan miskin paksaan. Di dalamnya seluruh manusia sama. Mereka bersama-sama merasakan kesedihan-kesedihan dari realitas yang ada. Dari kesedihan lahirlah kasih sayang, dan dari kasih sayang terciptalah keadilan. Alangkah indahnya hidup ini, jika manusia sejiwa dalam kesedihan dan perasaan. Dan alangkah indahnya jika seluruh waktu Ramadhan itu, ia wujudkan sosialisme dan kebaikan yang ia serukan yaitu persamaan dan kedamaian.

Jika Ramadhan seperti yang disebutkan diatas, maka kita layak bertanya; Apakah kita berpuasa dengan sebenarnya pada hari ini? Apakah pada hari-hari Ramadhan ini, kita merasakan sakitnya rasa lapar, supaya kita bisa mengusirnya dari perut orang-orang susah yang merasakannya selama setahun penuh? Apakah kita cegah badan kita dari makan supaya kita bisa melarang anggota badan kita dari mengganggu dan menjahili orang lain?

***

Sesungguhnya kita sekarang ini tengah menjalani perang batin yang hebat; perang antara meterialisme dan spiritual. Jangan menyerah. Jangan lapar pada siang hari, kemudian malan harinya balas dendam. Jangan perut berpuasa dari makanan dan minuman, tapi lidah, tangan dan mata tidak berpuasa dari dosa, berbohong, dan mencaci-maki. Janganlah kuat begadang hingga larut malam, kemudian siangnya malas beribadah. Waspadalah terhadap itu semua. Sesungguhnya kekalahan terhadap itu semua amat disenangi syetan, tapi dibenci Allah Yang Rahman.

Taatilah Allah dan Rasul. Carilah kebaikan sebanyak-banyaknya. Ciumlah aroma surga. Angkat jiwa dari dunia kerendahan. Ingatlah selalu sabda Rasul yang mulia, ”Bisa jadi orang yang berpuasa tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya selain rasa lapar dan haus.”

Betapa indah Islam dengan ajarannya. 

2 komentar: