Saudara Ivan Siregar dalam
kapasitasnya sebagai Ketua Umum Ikatan Keluarga Batak Islam Batam dengan penuh
kerendahan hati, beberapa waktu lalu, tepatnya Senin, 19 Juli 2004 di Harian
Sijori Mandiri mengingatkan kepada kita, khususnya ormas Islam dan
tokoh-tokohnya untuk tidak terjebak dalam politik dukung-mendukung kandidat
Ketua DPRD Kota Batam. Hal ini menarik, sebab sikap tersebut termasuk sebuah
sikap yang diambil oleh sedikit tokoh Islam di Batam di saat tokoh-tokoh yang
lainnya dengan semangat menggebu dan terang-terangan mendukung salah satu kandidat
ketua. Bahkan mempergunakan lembaganya sebagai mesin politik dari kandidat yang
didukungnya.
Memilih dengan Hati Nurani
Pada kesempatan ini, penulis ingin memberikan apresiasi terhadap sikap
tersebut dan sekaligus mengajak kepada kita semua untuk senantiasa
mempergunakan hati nurani di dalam menentukan sikap dan pilihannya, terutama
para calon terpilih (calih) DPRD Kota Batam. Hal tersebut sebenarnya telah
terjadi pada pemilihan umum yang baru berlalu, baik pemilu legislatif maupun
pemilu presiden dan wakil presiden putaran pertama. Fenomena Partai Keadilan
Sejahtera misalnya, yang mendapatkan dukungan suara sangat signifikan baik di
tingkat nasional maupun Kota Batam. Ini jelas menunjukkan bahwa rakyat memilih
dengan mengedepankan hati nuraninya. Sebab rakyat sudah mengetahui bahwa partai
anak muda ini memiliki sikap politik yang mengedepankan integritas moral dan
etika, sehingga terkenal dengan partai yang bersih dan peduli. Pada pemilu
presiden putaran pertama, kasus ini pun terjadi. Dimana pasangan SBY – JK mendapatkan
dukungan suara jauh meninggalkan kandidat pasangan yang lainnya. Pasangan ini mampu memenangkan di lebih
dari 19 provinsi dari 32 provinsi yang ada. Kenapa hal itu terjadi?
Masyarakat melihat figur pasangan ini akan mampu membawa bangsa ini kearah
perbaikan, keluar dari krisis dan keterpurukan yang berkelanjutan. Sebagaimana
yang dicita-citakan oleh rakyat kebanyakan. Walaupun belum ada garansi setelah
pasangan ini terpilih akan mampu melakukan hal tersebut. Namun dari fenomena ini, menyiratkan kebenaran
bahwa rakyat sekarang telah cerdas didalam melakukan pilihan-pilihan
politiknya.
Kembali ke permasalahan dukung-mendukung kandidat Ketua DPRD Kota Batam.
Pelajaran dari rakyat pada pemilu yang baru lalu, seharusnya dapat menjadi bukti
bahwa rakyat menghendaki sosok pemimpin yang dapat membawa angin sejuk
perubahan. Termasuk rakyat yang ada di Kota Batam tercinta. Dan pemilihan Ketua
DPRD dapat menjadi momentum yang baik untuk mewujudkan hal itu. Apalagi jadwal
pelantikan anggota dewan terpilih sudah diketahui yaitu pada tangal 30 Agustus
2004, sesuai hasil keputusan rapat KPU se-Kepri di Pekan Baru pada 27 Juli
2004. Di rentang waktu yang ada ini harus dapat dimanfaatkan dengan baik oleh
para calih dan elite politik untuk senatiasa melakukan komunikasi politik guna
menyatukan persepsi dan langkah dalam mensikapi momentum ini, tentunya
senantiasa mengedepankan pertimbangan hati nurani dan bukan hanya kepentingan
politik semata. Hal ini tentunya sangat bergantung pada sejauh mana para elite
dan calih itu dapat menangkap pesan yang diberikan rakyat. Kita lihat saja
nanti!
Memilih Pemimpin dalam
Perspektif Islam
Sejalan dengan Visi Batam sebagai Bandar Dunia yang Madani, maka figur
pemimpin sangat menentukan arah dan gerak pembangunan Kota Batam dalam
mewujudkan visi tersebut. Sebelum masuk pada pembahasan bagaimana memilih
pemimpin dalam perspektif Islam, maka ijinkanlah penulis memberikan ilustrasi
terhadap kekhawatiran Rasulullah akan nasib umatnya masa mendatang.
Suatu ketika Rasulullah berkumpul bersama para sahabat, kemudian beliau
menyampaikan kondisi umat Islam pada masa mendatang. Beliau berkata, saat itu
umat Islam laksana makanan dalam sebuah nampan yang diperebutkan dan dipakai
bancakan oleh banyak orang. Kemudian para sahabat bertanya, apakah kondisi
seperti itu dikarenakan umat Islam minoritas? Bagaimana jawaban Rasulullah? Bukan!!!, malah umat
Islam saat itu dalam kondisi mayoritas. Tetapi mayoritas yang tanpa bobot
apa-apa (mayoritas secara populasi, namun minoritas dalam hal peran) laksana
buih di atas air laut.
Pertanyaan yang muncul setelah mengetahui gambaran tersebut adalah kenapa
hal itu dapat terjadi? Penyebabnya adalah musuh-musuh Islam sudah tidak
memperhitungkan dan tidak takut lagi dengan mayoritasnya umat Islam. Sementara
umat Islam terjangkit penyakit al-wahn (terlalu cinta kehidupan dunia serta
takut mati). (Hadist diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya dari sahabat
Nabi, Tsauban ra).
Kemudian ditataran internal umat Islam, Rasul mengungkapkan kekhawatirannya
terhadap umat ini dengan adanya para pemimpin umat yang berkhianat, menyesatkan
dan menjadikan umat hanya sebagai kuda tunggangan guna menggapai keinginan hawa
nafsunya. Demikianlah ungkapan beliau, "Sesungguhnya yang sangat aku
takutkan atas umatku adalah para pemimpin umat yang menyesatkan” (Hadist
diriwayatkan oleh Imam Ahmad, At-Turmudzi, Ad-Darimy, Abu Daud, Ibnu Hibbah dan
Ibnu Majah dari sahabat Nabi Tsauban r.a).
Bila kita cermati dengan baik, apa yang dikhawatirkan oleh Rasulullah saw.
dalam hadist di atas, memang kini sedang terjadi, khususnya pada umat Islam
Indonesia. Umat Islam yang mayoritas hanya dijadikan komoditas politik oleh
pihak-pihak yang ingin berkuasa, menjadi ajang rebutan yang begitu menggiurkan.
Menjadi – meminjam istilahnya DR.Dien Syamsuddin pada konferensi pers pasca
pertemuan ormas-ormas Islam dalam mensikapi hasil pemilu presiden putaran
pertama di Jakarta beberapa waktu lalu – umat Islam hanya dijadikan pendorong
kereta dan setelah keretanya berjalan maka umat Islampun ditinggal, Good Bye!!!
Sementara disisi lain, para pemimpin umat begitu terkesima melihat
peluang-peluang jabatan duniawi, walaupun sekadar menjadi ‘ban serep’ saja.
Kalau ternyata para pemimpin umat ini menyesatkan sebagaimana dalam hadist,
atau umat ini hanya jadi faktor pendukung dan kuda tunggangan untuk menggapai peluang jabatan duniawi tersebut, maka apa sebenarnya yang dikhawatirkan
Rasulullah saw. itu?
Inti kekhawatiran Rasulullah saw. tersebut adalah tercerai-berainya umat
tanpa arah yang jelas, porak-porandanya kesatuan dan persatuan umat (ukhuwah
Islamiyah) yang semuanya akan menjadi penyebab kelemahan dan kekalahan umat
Islam dalam kondisi mayoritas secara populasi.
Oleh karenanya, saat ini dibutuhkan pemimpin yang benar-benar memenuhi
syarat standar menurut ajaran Islam, juga yang dapat mengobati penyakit al-wahn
yang sedang melanda umat ini. Dan para ulama telah menetapkan syarat-syarat
standar bagi seorang pemimpin, sebagai kesimpulan dari berbagai nash Al-quran
dan As-sunnah sebagai berikut:
Pertama, seorang Muslim, syarat ini perlu dan harus. Sebab seorang pemimpin
pada hakikatnya adalah penjaga dan pemelihara kepentingan agama dan dunia. Hal
ini sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S. An-Nisa : 141, ".. dan Allah
sekali-kali tidak akan memberi peluang kepada orang-orang kafir untuk menguasai
orang-orang yang beriman."
Syarat ini juga bermakna, walaupun dia seorang Muslim namun di
sekelilingnya dikuasai oleh orang-orang kafir, bahkan diatur-atur, sehingga
ke-musliman-nya hanya sekadar simbol dan ia diperalat oleh orang-orang kafir,
yang membuat keberadaanya membahayakan umat Islam, maka syarat seorang Muslim
belum terpenuhi.
Kedua, seorang yang merdeka. Imam
Al-Mawardi, seorang ulama ahli tata negara Islam, menyokong syarat ini sebab
menurutnya karena kurang kuasanya seorang hamba sahaya mengakibatkan kurang
sempurnanya kekuasaan atas yang lainnya (yang dipimpinnya).
Ketiga, seorang laki-laki (bukan wanita). Hal ini dikarenakan beban seorang
pemimpin sangatlah berat, dibutuhkan kemampuan optimal, yang ini sangat sulit
dipenuhi oleh seorang wanita. Seorang wanita akan sulit menghadapi tanggung
jawab pemerintahan dalam kondisi genting seperti kondisi peperangan dan dalam
keadaan darurat lainnya. Sehingga Rasulullah saw. bersabda, "Sekali-kali
tidak akan bahagia suatu bangsa yang menyerahkan kepemimpinan mereka kepada
perempuan." (Hadis ini diriwayatkan oleh para imam ahli hadis, Imam
Bukhari, Imam Ahmad, Imam An-Nasai, At-Turmudzi dan Ibnu Hibban). Penilaian
para ulama, hadist ini tergolong hadist yang shahih yang bisa dijadikan sebagai
landasan hukum.
Keempat, baligh (cukup umur, dewasa). Ini merupakan persyaratan yang sangat
esensial. Sebab seorang anak yang belum cukup umur tidak mungkin bisa
menanggung beban tugas negara yang sangat besar. Malah, dirinya sendiri belum
mempunyai pertanggungjawaban dari amal perbuatannya.
Kelima, Berakal sehat. Hal ini sangat perlu bagi syarat pemimpin/kepala
negara. Sebab syarat standar kewajiban shalat dan saum saja adalah berakal
sehat, apalagi seorang pemimpin yang bertanggung jawab atas kelangsungan hidup
rakyat banyak.
Keenam, memiliki integritas moral yang tinggi, anti KKN, bukan tukang
maksiat, dapat menguasai diri dalam kondisi apa pun. Tidak pernah terlibat dalam segala bentuk penistaan
dan penindasan terhadap rakyat. Kesimpulan Imam Al-Mawardi, seorang pemimpin
harus disiplin dengan segala ketentuan agama dalam segala hal serta selalu
menjauhi segala bentuk kemungkaran, maksiat dan hal-hal yang diharamkan agama.
Ketujuh, cerdas secara ilmiah, yang memungkinkan secara cepat dan tepat
mengambil segala keputusan. Juga, punya kecerdasan politik, keamanan dan
manajemen yang memungkinkan betul-betul bisa memanej segala bentuk permasalahan
demi kemaslahatan rakyat.
Kedelapan, berkepribadian kuat, pemberani, tangkas dalam menyelamatkan pemerintahannya
dari segala ancaman musuh, dan tegas dalam menegakkan hukum.
Kesembilan, mampu secara fisik, sehat indera pendengaran, penglihatan,
tidak bisu serta sehat anggota badan yang memungkinkan kecepatan gerak dan
leluasa bekerja secara optimal. Imam Al-Mawardi membahasnya secara panjang
lebar dan rinci dalam kitabnya Al-Ahkam As-Sulthaniyah hal 16-19.
Kesepuluh, dari keturunan Quraisy, inilah satu-satunya syarat yang
dipermasalahkan oleh para fuqaha (menjadi masalah khilafiah). Para ulama
memandang bahwa syarat ini tidaklah penting, tapi justru syarat mendapatkan
dukungan mayoritas rakyatlah yang layak menjadikan pemimpin dan akan ditaati
dengan tulus ikhlas, tenang dalam mengatur negara serta leluasa dalam menjaga
persatuan dan kesatuan rakyat.
Catatan Akhir
Sangat jelas dan terang dalam pandangan Islam, apakah seseorang itu layak
atau tidak untuk dapat dijadikan sebagai pemimpin. Sudah seharusnya para elite
ormas Islam di Kota Batam ini sangat memperhatikan dan berpegang pada
persyaratan diatas. Kalau bukan mereka yang memberi contoh, siapa lagi?
Demikian juga para anggota dewan terpilih. Janganlah hanya mementingkan
kepentingan politik dan duniawi semata. Ingat, apa yang telah kita lakukan akan
dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Penulis berharap akan muncul pemimpin dan wakil-wakil rakyat yang
benar-benar mampu membawa angin segar perubahan di Kota Batam ini. Sehingga
dapat membawa dan mengarahkan pada terwujudnya cita-cita kita semua untuk
menjadikan Kota Batam sebagai Bandar Dunia yang Madani. Dan bukan muncul
pemimpin sebagaimana yang disinyalir oleh Rasulullah pada hadist diatas. Semoga!
*Terbit Harian Sijori Mandiri, 24 Juli 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar