Bahagia itu Mudah


Seorang guru tengah berjalan santai bersama seorang muridnya di taman sekolah, keduanya melihat sepasang sepatu yang sudah usang dan lusuh. Mereka berdua yakin kalau itu adalah sepatu milik pekerja kebun yang sebentar lagi akan menyelesaikan pekerjaannya.

Sang murid melihat kepada gurunya dan berkata :
“Bagaimana kalau kita candai tukang kebun ini dengan menyembunyikan sepatunya, kemudian kita bersembunyi dibelakang pepohonan, nanti ketika dia datang kita lihat bagaimana dia kaget dan cemas karena kehilangan sepatunya.”

Guru itu menjawab :
“Muridku, tidak pantas kita menghibur diri dengan mengorbankan orang miskin. Kamu kan seorang yang kaya, dan kamu bisa saja menambah kebahagiaan untuk dirinya.”

“Sekarang coba kamu masukkan beberapa lembar uang kertas ke dalam sepatunya, kemudian saksikan bagaimana respon dari tukang kebun miskin itu?”

Sang murid sangat takjub dengan usulan gurunya. Dia langsung memasukkan beberapa lembar uang ke dalam sepatu tukang kebun itu. Setelah itu ia bersembunyi di balik semak-semak bersama gurunya sambil mengintip apa yang akan terjadi dengan tukang kebun.

Tak berapa lama datanglah tukang kebun itu, sambil mengibas-ibaskan kotoran debu dari pakaiannya. Dia menuju tempat dia meninggalkan sepatu sebelum bekerja.

Ketika ia memasukkan kakinya ke dalam sepatu, ia menjadi terperanjat, karena ada sesuatu yang mengganjal di dalamnya. Saat ia keluarkan ternyata…….uang!
Dia memeriksa sepatu yang satunya lagi, ternyata juga berisi uang!

Dia memandangi uang itu berulang-ulang seolah ia tidak percaya dengan penglihatannya.
Ia pun memutar pandangannya ke segala penjuru namun ia tidak melihat seorangpun.

Sambil menggenggam uang itu lalu ia berlutut sambil menengadah ke langit ia berucap :

“Aku bersyukur kepada-Mu, ya Allah, Tuhanku yang Maha Pengasih dan Penyayang, Wahai Yang Maha Tahu, istriku sedang sakit dan anak-anak ku kelaparan. Mereka belum mendapatkan makanan hari ini.Engkau telah menyelamatkanku, anak-anakku dan istriku dari penderitaan…”

Dengan kepolosannya dia terus menangis terharu sambil memandangi langit sebagai ungkapan rasa syukurnya atas karunia dari Allah Yang Maha Pemurah.

Sang murid sangat terharu dengan pemandangan yang di lihatnya dari balik persembunyian itu 
Air matanya menetes tanpa dapat ia bendung. 

Sang guru yang bijak tersebut pun berkata pada muridnya : 
“Bukankah sekarang kamu merasakan kebahagiaan yang lebih dari pada kamu melakukan usulan pertama dengan menyembunyikan sepatu tukang kebun miskin itu?”

Sang murid menjawab:
“Aku telah mendapatkan pelajaran yang tidak akan aku lupakan seumur hidupku. Sekarang aku paham makna kalimat : “Ketika kamu memberi, kamu akan memperoleh kebahagiaan yang lebih banyak daripada ketika kamu diberi.”

Sang guru melanjutkan nasehatnya.
“Dan ketahuilah bahwa bentuk pemberian itu bermacam-macam :
Memaafkan kesalahan orang di saat kamu mampu melakukan balas dendam,… adalah suatu pemberian.
Mendo’akan teman dan saudaramu di belakangnya (tanpa sepengetahuannya) itu adalah juga pemberian.
Berusaha berbaik sangka dan menghilangkan prasangka buruk, juga suatu pemberian.
Menahan diri dari membicarakan aib sesama kita dibelakangnya adalah pemberian juga.

Ini semua adalah pemberian. Marilah kita saling memberi dan berbuat baik, niscaya hidup kita akan menjadi lebih indah. Ternyata bahagia itu mudah..

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS.2: 261).

Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat. (QS.2: 265).

Sumber : percikaniman.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar