Merencanakan Kematian Terbaik

Di penghujung tahun, banyak yang membuat perencanaan untuk satu tahun ke depan. Namun banyak yang lupa untuk membuat perencanaan kematian yang baik. Padahal ini lebih penting dari merencanakan hidup yang lebih baik. 

***

Dalam memahami hakikat kehidupan, manusia terbagi menjadi dua golongan. Pertama, orang-orang yang memahami kehidupan sesungguhnya adalah rihlah ruhaniyah menuju Allah Rabb semesta alam. Golongan ini memahami bahwa diujung perjalanan ini Allah telah menyiapkan seindah-indah tempat kembali. Orang-orang yang termasuk golongan ini, tidak mudah terpesona kehidupan duniawi karena mereka meyakini kenikmatan yang menantinya di surga jauh lebih baik daripada yang ditemukan di dunia ini.

Kedua, orang-orang yang memahami kehidupan sebagai kesempatan untuk bersenang-senang. Mereka memahami setelah kehidupan ini tidak ada kehidupan lain dan karenanya tidak akan mempertanggung-jawabkan segala perbuatan yang telah dilakukan. Dan pemahaman seperti ini tercermin dari segala tindakan serta pilihan mereka dalam menjalani kehidupan, sebagaimana sabda Rasulullah : 

“Seluruh umatku akan masuk jannah, kecuali yang enggan.” Maka dikatakan: “Wahai Rasulullah, siapa yang enggan?” Beliau menjawab: “Barangsiapa yang menaatiku maka dia pasti masuk jannah, sedangkan barangsiapa yang mendurhakaiku maka sungguh dia telah enggan (masuk jannah).” (HR. Bukhari). 

Kedua jenis manusia ini adalah pilihan. Kita bebas memilih golongan manusia yang ingin diikuti. Dan pilihan ini bukan diberikan kepada kita kelak saat sedang mengalami sakaratul maut, melainkan saat ini juga. Maka hendaklah kita merenungkan firman Allah dalam kitabnya yang mulia:

"Maka kemanakah kamu akan pergi?" (QS. At-Takwir: 26)

***

Rutinitas kehidupan terkadang menyebabkan kita lupa pada kematian. Padahal, kematian itu adalah sebuah peristiwa besar yang pasti dialami dan dirasakan. Kematian adalah sunnatullah bagi setiap makhluk yang diberi-Nya kesempatan hidup di dunia ini, sebagaimana firman-Nya :

"Setiap yang bernyawa pasti merasakan kematian. Dan sesungguhnya pada hari kiamatlah akan disempurnakan balasan (amal) kalian. Maka, siapa yang (hari itu) dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah sukses besar. Dan tidak adalah kehidupan dunia ini kecuali (sedikit) kenikmatan yang menipu." (QS. Ali Imran : 185).

Kematian itu misteri 
Kematian merupakan satu dari enam hal yang dirahasiakan waktunya oleh Allah. Tujuannya agar manusia senantiasa mempersiapkan diri untuk bertemu Allah, kapanpun Allah menghendaki. 

Ada yang dimatikan saat masih di rahim sang ibu. Ada yang saat balita atau anak-anak. Ada pula yang dihidupkan lebih lama lagi, hingga masa remaja. Masa ketika ia mulai mengenali hidup dan mencoba banyak episode yang diinginkannya. Terus begitu, dengan banyak kejadian. Tapi, satu maksudnya. Misteri tentang mati. Bahkan, ada yang dikaruniai kematian saat usianya mendekati bilangan berabad, hingga ada yang dilebihkan.

Karena kematian itu nomor cabut bukan nomor urut, maka mengingat dan mempersiapkan kematian merupakan amalan yang diperintahkan oleh Rasulullah, bahkan disebut sebagai muslim yang cerdas. 

Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhu, berkata, “Suatu hari aku duduk bersama Rasulullah, tiba-tiba datang seorang lelaki dari kalangan Anshar, kemudian ia mengucapkan salam kepada Nabi dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang mukmin yang paling utama?’ Rasulullah menjawab, ‘Yang paling baik akhlaqnya’. Kemudian ia bertanya lagi, ‘Siapakah orang mukmin yang paling cerdas?’. Beliau menjawab, ‘Yang paling banyak mengingat mati, kemudian yang paling baik dalam mempersiapkan kematian tersebut, itulah orang yang paling cerdas." (HR. Ibnu Majah, Thabrani, dan Al Haitsamiy). 

Merencanakan kematian sejatinya merencanakan kehidupan. 
Ketika kita selalu sadar bahwa kematian setiap saat akan menemui, mempersembahakan amal terbaik dan paling diriloi Allah adalah pilihan terbaik. Ukuran yang menentukan nilai hidup kita adalah amal kebaikan. Karenanya setiap langkah diukur baik atau buruknya. Agar nilai kebaikan lebih besar dari keburukan. Inilah makna hadist Rasulullah : 

"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Ahmad, Thabrani, dan Daruqutni). 

Mengapa didalam Al Quran, Allah selalu mendahulukan kematian dibanding kehidupan? 

"Dia lah yang telah menciptakan adanya mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa (membalas amal kamu), lagi Maha Pengampun, (bagi orang-orang yang bertaubat)."(QS. Al Mulk : 2). 

Secara logika akal, kita akan sebut hidup dahulu baru mati. Memang kenyataannya kita hidup dahulu baru mati. Tapi dalam ayat di atas disebut mati dahulu baru disebut hidup. Allah tidak sebarangan menyebutnya, walaupun satu huruf pasti ada maksud dan hikmah, ada nilai yang besar di sisi-Nya. 

Allah hendak menunjukkan kepada manusia supaya memandang besar perkara mati dan hari akhirat lebih daripada persoalan hidup. Mengapa? 

Sebab hidup di dunia hanya sementara, dan hidup di akhirat selama-lamanya kekal abadi. 

Di akhirat penderitaannya dahsyat, kenikmatan pun dahsyat. Akhirat lebih utama, sedangkan nilai dunia kecil tidak ada harga di sisi Allah. Sebab itu di sisi-Nya dunia ini kalau ada nilai seperti harga sayap nyamuk (HR. Tirmidzi). 

Selama ini kita hanya memperjuangkan kenikmatan fana yang hanya ada di alam mimpi. Namun jarang sekali kita memikirkan bekal yang akan dibawa untuk kehidupan hakiki. Kehidupan setelah mati.
                
Tidak ada satupun kebanggaan dunia yang akan kita bawa nanti. Bukan harta, tahta bukan pula sanjungan dan pujian orang. Hanyalah takwa sebaik-baik bekal menghadap Allah Rabb semesta alam. 

Allah berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 197 : “Dan berbekallah, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” Maka setiap manusia haruslah menyadari bahwa takwa adalah kebutuhan wajib yang harus diraih. Bukan hanya bekal akhirat. Namun juga bekal dunia akhirat.

Kematian itu mengerikan dan menyakitkan
Kematian akan menghadang setiap manusia. Proses tercabutnya nyawa manusia diawali dengan detik-detik mengerikan lagi menyakitkan. Peristiwa ini dikenal sebagai sakaratul maut. Dan Rasulullah pun ternyata juga mengalami sakitnya sakaratul maut itu. 

Dari Anas Radhiyallahu 'anhu, berkata: “Tatkala kondisi Nabi makin memburuk, Fathimah berkata: “Alangkah berat penderitaanmu ayahku." Beliau menjawab: “Tidak ada penderitaan atas ayahmu setelah hari ini… (HR. Bukhari). 

Sakratul maut adalah peristiwa yang amat menakutkan. Sebab saat sakaratul maut tiba, tak seorangpun dapat membantu dan menolong, walaupun istri, anak, saudara dan handai taulan sedang mengelilingi kita. Kita akan bergulat sendirian dengan sakratul maut itu di tengah keramaian orang-orang yang kita cintai dan sayangi. Saat itulah kita akan merasakan langsung apakah kita termasuk orang yang telah merencanakan kematian atau bukan. Apakah kita termasuk orang yang siap menghadapi kematian atau bukan.

Sakratul maut adalah sesuatu yang ditakuti manusia. Faktanya, berbagai riset dan upaya telah dilakukan manusia untuk menghindarinya seperti, menciptakan obat-obatan untuk memperpanjang umur. 

Hal tersebut digambarkan Allah dalam firman-Nya :
"Saat datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya." (QS. Qaf: 19).

Bagaimana agar kita dapat melampaui sakaratul maut dengan baik dan meraih khusnul khotimah? 

Perlu diingat, kebaikan seseorang bukanlah pada awal kehidupannya atau pertengahan kehidupannya, akan tetapi pada akhir kehidupannya. 

Karenanya, Rasulullah mengajarkan kepada kita agar senantiasa berdo’a “Ya Allah, jadikanlah usiaku yang terbaik adalah penghujungnya dan hari-hariku yang terbaik adalah dimana hari-hari saya bertemu dengan-Mu.” 

Itulah konsep khusnul khotimah. Artinya bahwa untuk menggapai akhir kehidupan yang baik, kita harus konsisten dengan amalan yang baik. Itulah mengapa Allah lebih menyukai amal ibadah yang sedikit namun berkesinambungan (HR. Muslim). 

Penting bagi kita untuk mendaki sampai ke puncak gunung, tetapi lebih penting untuk berusaha bertahan di puncak gunung. Penting bagi kita untuk berkarya, tetapi lebih penting untuk berusaha tetap berkarya. Penting bagi kita untuk berkontribusi, tetapi lebih penting untuk tetap berkontribusi. 

Istiqamah! sebuah kata yang ringan namun berat dijalankan, butuh energi yang dahsyat untuk mengamalkannya. 

*** 

Merencanakan kematian tidak sekedar mempersiapkan diri dengan beramal sholeh atau menulis wasiat atau bahkan membagi-bagi harta warisan. Tapi lebih ke what do you want in last of your life. 

Seperti Umar bin Khattab yang berdo’a kepada Allah menginginkan kematian yang syahid, ataukah seperti pada orang-orang shalih yang lain meninggal dalam ketaatan pada Allah, meninggal ketika bertawaf, meninggal ketika sujud dalam sholat, atau meninggal ketika sedang dalam berdakwah. 

Sungguh beruntung orang-orang yang diberi kematian yang khusnul khotimah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar