Urgensi Dynamic Governance


Istilah governance telah lama kita kenal yaitu menunjuk pada hubungan antara pemerintah/negara dengan warganya sehingga memungkinkan berbagai kebijakan dan program dapat dirumuskan, diimplementasikan, dan dievaluasi.

Konsep Dynamic Governance
Karena menyangkut penentuan cara mengupayakan kesejahteraan masyarakat dan pencapaian tujuan jangka panjang dari suatu bangsa, maka pada negara demokratis cara yang ditempuh adalah dengan melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholders) yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat dalam merumuskan kebijakan, penetapan institusi dan pola hubungan antar pemangku kepentingan. Terkait dengan pemahaman tersebut, Wirman Syafri mengutip Boon, dan Geraldine (2007) menjelaskan governance sebagai  penentuan berbagai kebijakan, institusi, dan struktur yang dipilih, yang secara bersama mendorong untuk memudahkan interaksi kearah kemajuan ekonomi dan kehidupan sosial yang lebih baik.

Selanjutnya dari makna tersebut, Boon dan Geraldine merumuskan dynamic governance sebagai “to how these choose paths, policies, institutions, and structures adapt to an uncertain and fast changing environment so that they remain relevant and effective in achieving the long-term desired outcomes of society” (bagaimana bekerjanya berbagai kebijakan, institusi, dan struktur yang telah dipilih sehingga dapat beradaptasi dengan ketidakmenentuan dan perubahan lingkungan yang cepat sehingga kebijakan, institusi, dan struktur tersebut tetap relevan dan efektif dalam pencapaian keinginan jangka panjang masyarakat).

Perubahan merupakan esensi dasar dalam dynamic governance, karena untuk dapat menyesuaikan cara yang ditempuh pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan dengan dinamika perubahan lingkungan diperlukan berbagai perubahan baik aspek perencanaan maupun implementasinya. Perencanaan dan implementasi harus adaptif dengan besar kecilnya ketidakmenentuan masa depan lingkungan global. Perubahan itu sendiri umumnya merupakan hasil perpaduan dari dua unsur, yaitu : budaya (budaya organisasi pemerintah) dan kemampuan (organisasi pemerintah).

Terkait dengan perubahan sebagai esensi dasar dynamic governance, maka dua elemen dynamic governance menurut Boon, dan Geraldine adalah :

Pertama, budaya organisasi pemerintah, meliputi : integritas (integrity), tidak dapat disuap/tidak korupsi (incorruptibility), berdasar bakat dan kemampuan/prestasi (meritocracy), orientasi pasar yang berkeadilan (market), mudah menyesuaikan/lebih berorientasi pada pencapaian tujuan negara daripada berkutat pada soal ideology (pragmatism), berbagai etnik dan kepercayaan (multi-racialism), termasuk juga dalam budaya adalah : aktivitas negara (state activism), rencana dan tujuan jangka panjang (long-term), kebijakan sesuai kehendak masyarakat (relevance), pertumbuhan (growth), stabilitas (stability), bijaksana (prudence), dan mandiri (self-reliance).

Kedua, kemampuan yang dinamis, meliputi : thinking ahead (berpikir kedepan), thinking again (mengkaji ulang), dan thinking across (belajar dari pengalaman negara/organisasi lain).

Thinking Ahead merupakan kemampuan mengidentifikasi faktor lingkungan berpengaruh pada pelaksanaan pembangunan masa mendatang, memahami dampaknya terhadap sosial-ekonomi masyarakat, mengidentifikasi pilihan-pilihan investasi yang memungkinkan masyarakat memanfaatkan kesempatan baru dan meghindari potensi ancaman yang dapat menghambat kemajuan masyarakat. Berfikir kedepan ini akan mendorong institusi pemerintah menilai dan meninjau kembali kebijakan dan strategi sedang berjalan, memperbaharui target dan tujuan, dan menyusun konsep baru kebijakan yang dipersiapkan menyongsong masa depan.

Thinking Again merupakan kemampuan meninjau kembali kebijakan, strategi, dan program sedang berjalan. Apakah hasil yang dicapai oleh kebijakan, strategi dan program telah memenuhi harapan banyak pihak atau perlu didisain ulang untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Kerangka waktu melakukan kaji ualgn mulai dari kondisi yang sekarang dihadapi sampai masa waktu berlakunya kebijakan, strategi dan program, dengan membandingkan apa yang dicapai dengan apa yang diinginkan.

Thinking Across merupakan kemampuan untuk mengadopsi pikiran, pendapat, ide-ide lain di luar kerangka berpikir (mindset) yang secara tradisional telah melekat dan menjadi dasar melakukan sesuatu. Dengan belajar dari pengalaman dan pemikiran orang lain dalam mengelola sebuah negara atau pemerintahan  akan didapat ide-ide dan pemikiran segar dalam melakukan inovasi bagi perbaikan kebijakan, strategi dan program guna peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Singkatnya, kebijakan yang dibuat dan diputuskan merupakan proses thinking ahead, thinking again, dan thinking across dan selanjutnya diimplementasikan sebagai semangat kepemerintahan yang dinamis (dynamic governance)

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Semenjak digulirkannya reformasi pada tahun 1998, telah terjadi banyak perubahan pada sistem pemerintahan dan admnistrasi negara di Indonesia. Sistem pemerintahan Indonesia telah berubah dari pemerintahan otoriter menjadi pemerintahan yang lebih demokratis. Dalam sistem ini, partai politik lebih bebas dari kontrol pemerintah. Sistem administrasi negara pun telah berubah dari sentralistik menjadi lebih terdesentralisasi. Pemerintah Daerah memiliki otonomi yang lebih luas dalam menjalankan tugas pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.

Peran pemerintah daerah di era otonomi daerah ini menjadi kian penting guna mendorong pertumbuhan ekonomi, mengelola stabilitas sosial, dan menciptakan rasa aman. Tantangan yang dihadapi dalam menjalankan peran tersebut adalah tuntutan kepada Pemerintah Daerah untuk lebih memiliki semangan kewirausahaan dengan sedikit mungkin menggunakan aturan dan kewenangan yang memaksa.

Agar dapat menjalankan peran tersebut, diperlukan pemimpin yang jujur dan berintegritas, teruji (capable), memiliki pandangan yang luas (visioner), berani, dan dapat bekerja sama dengan semua pihak. Pemimpin ini yang dapat memengaruhi orang-orang di sekitarnya untuk mau menciptakan budaya baru di pemerintahan. Budaya organisasi yang baik akan menjadi pondasi bagi tata pemerintahan yang baik (good governance) dalam rangka mewujudkan tujuan jangka panjang daerahnya.

Tata pemerintahan yang baik harus terus dinamis, agar mampu mengikuti perubahan lingkungan eksternal dan internal, dan kemampuan untuk mengikuti beradaptasi dengan dinamika perubahan tersebut disebut dynamic capabilities. Disinilah penerapan konsep dynamic governance menemukan relevansi dan urgensinya.

Menurut pengamat tata kelola pemerintahan, Sarwono Kusumaatmadja, di Indonesia implementasi dynamic governance telah dilakukan oleh beberapa daerah dengan dynamic leaders-nya seperti Kota Surabaya melalui Tri Rismaharini, Kota Tarakan dengan Walikotanya Jusuf SK, Kota Bandung dengan Ridwan Kamil, dan Kabupaten Bantaeng dengan Bupati Nurdin Abdullah.

Mereka-mereka yang telah menjadi dynamic leaders telah mampu membawa penyelenggaraan pemerintahan daerah menjadi lebih mampu menjawab tantangan dan kebutuhan masyarakatnya melalui penerapan konsep-konsep pemerintahan yang dinamis (dynamic governance).

Catatan Akhir

Konsep dynamic governance dalam pelaksanaan otonomi daerah menjadi sangat tepat dan releven untuk diterapkan. Dan peran pemimpin dalam hal menjadi sangat menentukan.  Harapannya kedepan di negeri ini akan semakin banyak bermunculan pemimpin-pemimpin yang memenuhi persyaratan sebagai seorang dynamic leader dan mampu membawa dan mengimplementasikan dynamic governance dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.


*Terbit Koran Sindo Batam 17.06.2015


Tidak ada komentar:

Posting Komentar